Pengetahuan awal soal Kopi
Pengetahuan saya soal kopi masih
tergolong noob, Bermula semenjak ikut mengelola kedai di sudut kampus timur UIN
Jogja, dibawah Manajemen HMJ MD, asuhan mas Iman Nabawi.
Suatu malam ketika saya bersama sahabat senasib Adib sedang jaga, ada pelanggan
yang memberi saran mengenai pengelolaan kopi yang kurang tepat.
Dari banyaknya masukan itu saya mulai belajar tehniknya tapi tidak serius, beda
dengan sahabat saya yang satu itu, dia melanglang buana hingga bekerja di
sebuah kedai kopi yang fasilitasnya sudah lengkap, di sanalah dia belajar
sampai nyaris pro hingga saat ini.
Sedangkan saya mencari jalur lain, yakni berhadapan dengan sumber kopinya
langsung. Jalan itu dimulai sejak saya ikut Hadi pulang ke rumahnya tahun 2017
yang lalu. Keluarganya mayoritas petani kopi terutama jenis Robusta.
Di Temanggung niat awalnya jalan-jalan, sampai di sana, saya di diperlihatkan
proses bertani kopi, penjemuran, jenis-jenis kebun kopi hingga bertemu petani
kopi dan tembakau, tepatnya di kawasan wisata Posong.
Di posong, saya coba membeli kopi jenis Arabika dan disuguhi tembakau hasil
pertanian posong. Sembari ngopi, kami bicara ngalor ngidul bercerita soal
pertanian kopi dan tembakau dengan Pemilik kedai sekaligus petani kopinya itu.
Dari banyaknya percakapan, saya hanya heran ketika kita mensudahi pembicaraan
dan akan beranjak pergi kemudian membayar. Ternyata harga satu gelas kopinya
cuma Lima ribu rupiah. Murah sekali dibandingkan ketika kita beli di Coffe
shop. Saya menepis keheranan itu dengan berprasangka, wajar sih beda. karena
biaya operasionalnya juga beda. Penyajiannya juga berbeda. Tapi tetap saja
Arabika itu kan biji kopinya aja sudah mahal.
Tidak berhenti di situ untuk menghilangkan rasa heran saya. saya
mulai mencari tahu harga satu Kilogram untuk jenis kopi Arabika juga harga
robusta dari petaninya langsung.
Ternyata harganya sangat murah. Dari situ saya ingat akan materi produksi
ekonomi yang pernah saya pelajari di sekolah hingga di kampus, bahwasanya
antara hulu dan hilir memiliki nilai yang berbeda.
Pengetahuan
hulu dan hilir
Mengetahui Hulu dan hilir dalam
produksi itu sudah menjadi hal yang wajib dipahami dalam dunia ekonomi. Saya
pernah terpantik saat mengambil mata kuliah entrepreneurship di jurusan
Manajemen Dakwah. Waktu itu yang mengampu adalah Pak Thoriq, salah satu dosen
yang luwes, asyik, dan enak untuk di ajak ngobrol sambil ngopi di Kantin Dakwah
Kampus UIN SUKA.
Ia pernah memberi stimulan soal bisnis suplier yang menggiurkan juga penuh daya
saing. daya saing itu ada dalam aspek marketingnya. apalagi di zaman yang serba
digital hari ini. Ia menjelaskan tentang pentingnya aspek distribusi dalam
dunia entrepeneur karena itu adalah sendi jalannya ekonomi.
Pola distribusi ini yang memantik saya untuk mempelajari Hulu dan hilir dalam
dunia ekonomi. para distributor itu sangat potensial untuk mendapat keuntungan
melebihi produsen. Apalagi jika yang ia kelola adalah barang mentah menjadi
barang siap pakai yang bisa dikonsumsi konsumen secara langsung.
Pertanyaan saya ketika di Posong baru terjawab mengapa pengelolaan barang
mentah setelah dibranding akan lebih mahal harganya, padahal sumbernya dari
hasil kebun yang sama.
Dalam benak saya alangkah sejahteranya jika para petani itu mengelola hasil
panennya sendiri. Mereka punya hasil panen yang masih barang mentah, diolah
menjadi barang siap pakai. dan dikelola secara mandiri.
Tapi itu tampak sulit untuk dilakukan ketika para petani itu tidak memiliki alat
produksi yang memadai. Belum lagi hasil panen mereka sudah habis dibeli oleh
para distributor. Maka sangat penting koperasi yang dibangun oleh komunitas
petani itu kemudian dikelola bersama menjadi barang jadi. Dari situ saya baru
sadar betapa pentingnya memahami distribusi hulu dan hilir ini.
Pengetahuan hulu dan hilir ini
dikuatkan dengan pertemuan saya bersama hadi dengan pemilik perusahaan ritel
tempat kerjanya, namanya Pak Adri. Diskusi kita membahas tentang pengelolaan
hasil hulu hingga ke hilir. Motivasinya soal jejaring pemasaran yang sangat
prospek itu mengarah pada hasil panen biji kopi milik hadi.
Pak Adri memberi arahan kita akan hal itu, kuasai sumber hulu sampai distribusi
ke hilirnya, branding yang menarik, dan terapkan ilmu digital Marketing yang
sudah dipelajari di perusahaan ini”, kata dia.
Obrolan kita selama hampir satu jam ini seperti memberi spirit baru untuk kita.
Angin segar untuk memulai kerja-kerja distribusi ini hingga ke hilirnya.
Yogyakarta, Jumat, 25 Oktober
2019
0 Komentar