Jika ditelaah lebih dalam sesungguhnya di balik kelahiran PMII ada cita-cita kemerdekaan yang belum selesai. Hal ini tersirat di Bab Tujuan dalam AD/ART PMII. Dari tujuan itulah tersemat harapan besar dari para pendiri kepada para generasi setelahnya untuk melanjutkan perjuangan cita-cita kemerdekaan.
Jika merujuk pada pemikiran Ernest Renan perihal bangsa, yakni sekelompok manusia yang di persatukan karena persamaan cita-cita atau tujuan untuk mendirikan negara demi mencapai kesejahteraan bersama, maka pentingnya tujuan dan cita-cita dalam mendidirkan bangsa menjadi penentu bagi tujuan nasional. Cita-cita kemerdekaan inilah yan tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Jika menelaah tujuan didirkannya PMII, sama halnya kita membaca tujuan dan cita-cita kemerdekaan bangsa. Sebab dalam sejarah perjalanan bangsa yang pada saat itu sedang mengalami fase pencarian identitasnya, PMII sebagai elemen dari gerakan mahasiswa hadir di tengah-tengah lingkungan kampus yang pernah diistilahkan Mahbub Djunaidi sebagai ‘perkampungan Robinhood’. Dinamika dalam kampus banyak dipengaruhi oleh situasi negara pada saat itu. Di satu sisi kondisi negara yang belum stabil, di sisi lain situasi ekonomi politik global mengintervensi keadaan politik dalam negeri begitu dahsyatnya. Dan seiring berjalannya zaman, PMII dianggap lolos dalam fase dinamika sosial sampai saat ini, terbukti dengan masih eksisnya organisasi ini secara fisik.
Menerjemahkan kembali cita-cita kemeredekaan
Hal yang utama dalam cita-cita kemerdekaan adalah negara yang berdaulat, karena keberadaan negara sangat ditentukan oleh dukungan rakyat. Kedaulatan mutlak ada di tangan rakyat. Artinya rakyat adalah pemilik otoritas tertinggi atas stabilitas negara. Pemerintah berfungsi sebagai pelayan publik dan penata kehidupan bermasyarakat.
Dalam bidang ekonomi, meskipun negara kita berbentuk demokrasi yang cenderung liberal, semestinya kita memperhatikan pasal 33 UUD 1945 yang berisi ‘cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara’. Pasal ini menunjukkan negara memiliki peran sentral dalam mengelola perekonomian bangsa, bukan malah menjadi pintu utama arus modal dari pasar bebas seperti yang di agendakan para penganut liberal state.
Pada kenyataannya, hari ini negara menunjukkan watak liberalnya dengan kebijakan ekonomi yang cenderung pro terhadap pasar dan pemodal. Dilihat dari kebijakannya yang seakan cuci tangan terhadap persoalan konflik agraria yang terjadi di pegunungan Kendeng dan daerah lainnya yang terjangkit, sampai lepasnya tanggung jawab pemerintah terhadap komersialisasi pendidikan yang menyebabkan mahalnya biaya pendidikan dan menjadikan lembaga pendidikan layaknya pabrik. Kondisi ini mendapatkan protes dari rakyat, dan lagi-lagi negara menggunakan aparatnya untuk melakukan tindakan represi karena hal itu dianggap mengganggu stabilitas negara.
Dengan keadaan yang demikian ini, tampak bahwa pemerintah sendiri sudah mencederai cita-cita kemerdekaan “melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum”. Kalimat itu seakan tidak lagi menjadi hal yang sakral.
PMII ke depannya akan selalu dihadapkan pada persoalan seperti itu. Untuk itu dibutuhkan kader-kader generasi bangsa yang menjunjung tinggi kemanusiaan, selain cakap dalam ilmunya juga mampu mengamalkan agar menjadi manfaat bagi kemajuan bangsa. Sehingga sebagai calon generasi selanjutnya dari kader PMII benar-benar menjadi pemimpin yang menjunjung tinggi kemanusiaan, cerdas dalam memimpin, dan adil tanpa menindas.
Maka dari itu, melanjutkan cita-cita kemerdekaan di sini lebih jauh pemaknaannya dari sekedar kemerdekaan negara secara deklaratif. Para pendiri saat itu seakan-akan berimajinasi tentang kemerdekaan yang hakiki, dan meramal bahwa kemerdekaan sebenarnya itu tidak akan pernah tercapai sehingga hal itu mesti diperjuangkan oleh lintas generasi secara berlanjut. Bahkan seperti yang diramalkan oleh Ir. Soekano bahwa setelah perjuangan melawan penjajah akan lebih berat karena melawan bangsa sendiri.
Hari ini sangat kita rasakan betapa tugas kita sebagai bagian dari gerakan mahasiswa belum selesai. Upaya transformasi sosial mesti digalakkan agar terbentuknya pribadi yang berkomitmen dalam mengupayakan cita-cita kemerdekaan secara progresif.
Dimuat pada portal Omahaksoro.com
0 Komentar